Barangsiapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib) Semakna dengan hadits di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yang artinya: Kita harus ridho, atas apa yang Allah tetapkan baik dan buruk. MT. Fadhlurrahman Sabtu, 22 Februari 2020 Kajian Kitab Nashoihud Diniyyah Ustadzah Aisyah Farid BSA بسم الله الر حمن الر حيم Dikajian sebelumnya, dijelaskan tentang 1 golongan yang selamat, yaitu Ahlussunah wal jamaah. Banyak ajaran-ajaran yang beredar sekarang, namun banyak dari ajaran tersebut menyimpang dari hakikatnya islam, dari apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Tapi mereka label nya islam. Sebagaimana telah kita belaha sebelumnya mengenai kelak Ummat Nabi Muhammad akan terpecah menjadi 73 kelompok golongan dan hanya 1 golongan yang akan selamat, yaitu ahlussunah wal jamaah . رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد نبيا ورسولا وبالكعبة قبلة وبالمومنين اخوانا Kita ridho bahwa Allah sebagai Tuhan kita, Islam sebagai Agama kita, Nabi Muhammad sebagai Nabi kita, dan Kita juga ridho Al Qur’an sebagai imam kita, kita juga yakin Ka’bah itu sebagai kiblat kita, kita juga yakin sesama muslim adalah saudara, kami berlindung dan berlepas dari segala agama yang bertolak dengan Agama Islam, kita juga beriman oleh kitab-kitab Allah, dan kita beriman kepada Rasul-rasul yang Allah utus, dan beriman kepada malaikat, kita juga beriman kepada takdir Allah yang baik dan buruk, kita juga percaya kepada kiamat/hari akhir, apalagi yang harus kita yakini? Segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad, itu datangnya dari wahyu. Hidupkanlah kita dalam keyakinan ini, matikanlah kita dengan keyakinan ini, dan bangkitkanlah kita dengan keyakinan ini agar kita selamat. Kita harus menyandarkan diri kita kepada Al-Qur’an. Apa yang Allah sampaikan, harus kita kerjakan, jika tidak bisa maka janganlah memanipulasi atau memutarbalikkan sesuai paham kita sendiri. إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam Agama yang diakui oleh Allah adalah Agama Islam. Maka jangan kita membenarkan agama lain, selain Islam. Agama islam itu kitabnya 4, zabur, taurat, injil, Al Qur’an. Namun kitab yang benar-benar terdahulu, bukan yang sudah dicampur-tangani tidak murni oleh manusia, yaitu penganutnya terdahulu yang menyimpang. Kita juga harus beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah SWT Kitab yang murni dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu. Namun penyempurna dari semua kitab adalah Al-Quran. Semua yang ada didalam Al Qur’an, lengkap, sempurna, semua kisah yang ada dikitab-kitab sebelumnya dijelaskan didalam Al-Qur’an. Kita juga beriman kepada malaikat. Percaya bahwa malaikat itu ada, seperti dalam sebuah hadits Nabi وَإِنَّ الْمَـلاَئِـكَةَ لَتَضَعُ أَجْـنِحَـتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan Allah memiliki para malaikat yang bertebaran dimuka bumi ini, para malaikat itu mencari orang-orang yang sedang memanjatkan doa dan menyebut-nyebut nama Allah. Kita harus ridho, atas apa yang Allah tetapkan baik dan buruk. Meskipun tidak menyenangkan, kita harus ikhlas. Allah tidak akan memberikan ujian, jika kita tidak mampu melaluinya. Jika ada benda yang kita diambil. Misalnya kehilangan motor. Itu ketetapan yang tidak menyenangkan. Tetapi kita harus ikhlas. Semakin dewasa seseorang tidak mungkin ujian yang diberikan akan tetap sama denga ujian sebelumnya. Ibarat seperti Mahasiswa yang mendapat ujian anak SD. Ujian seperti ini tidak adil bukan ? Dan ujian setiap orang berbeda. Allah tidak akan memberikan ujian kecuali kita mampu untuk melewatinya. Dan setiap ujian yang Allah berikan pasti memiliki hikmah walaupun hikmahnya mungkin belum kita ketahui pada saat itu juga. Jika saja seseorang selalu mampu untuk mengambil pelajaran pada setiap kejadian yang dilaluinya, maka sebenarnya ada hikmah kebaikan yang didapat setelahnya. Misal, ada orang kehilangan motor, padahal motor tersebut adalah sumber dia untuk mencari nafkah, ditambah lagi motor tersebut masih kredit dan belum lunas. Bisa jadi, jika motor tersebut digunakan pada saat itu, mungkin saja ada hal-hal yang lebih buruk lagi akan menimpa dia kehilangan nyawa dll. Kenapa Allah tidak memberitahu bahwa takdir buruk yang menimpa seseorang itu lebih baik daripada keinginannya ?, karena Allah ingin melihat siapa yang tabah, siapa yang sabar, dan yang mau menggunakan akalnya dengan baik. Jika ada orang yang tidak percaya kiamat, berarti imannya tidak benar. Tidak ada sesuatu yang Nabi ucapkan, melainkan wahyu yang diwahyukan. Telah mencicipi nikmatnya keimanan, yaitu orang yang ridho Allah sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai Agamanya, dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Orang yang tahu maksud dari nikmatnya keimanan, maka dalam setiap kali dia melakukan ibadah, dia akan merasakan kenikmatan dalam beribadah shalat, sedekah, tilawah dll. Barangsiapa orang yang mengucapkan disaat pagi dan petang “رضيت بالله رباًّ وبلإ سلام دينا وبمحمد نبيا” Siapa yang membaca doa tersebut, maka Allah akan ridho dengannya. Caramu agar ridho dengan Allah Kamu harus ridho dengan segala ketetapan Allah yang diatur untuk kita, yang akan datang kepada dirimu nanti. Hendaknya kita merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan kepada kita. Berapapun yang diberikan kepada kita, maka kita terima dengan lapang dada. ridho, menerima, dirinya dengan ketaatan kepada Allah. Dan selalu menjaga hal-hal yang segala yang Allah orang yang ikhlas dengan apa yang kita kerjakan ibadah.Menyandarkan diri kita kepada-Nya. Berapa banyak orang diluar sana, mereka tidak mengedepankan Al-Qur’an, melainkan mengedepankan logikanya. Jika diberi ujian sabar, maka berlapang dada dan bersyukur. Jika kita ridho kepada Allah, kita tidak akan pernah menyandarkan diri kita kepada orang lain, kita hanya berharap kepada Allah. Kita akan menjalankan ibadah dengan senang, tidak menggerutu, malas, banyak pertanyaan. Jangan mengedepankan akal dibanding Al-Quran. Orang-orang yang mengedepankan akal akan mengeluarkan fatwa yang salah contohnya adalah “Jilbab adalah tradisi orang arab“. Kalimat ini dibantah oleh Ulama Habib Umar bin Hafidz bahwa Orang arab jahiliyah dulu tidak ada yang menggunakan jilbab, bahkan mereka suka menari perut yang memperlihatkan sebagian tubuh mereka. Namun, ketika islam datang, islam mengubah mereka menjadi muslimah. Jika ada orang diberi ujian, namun tidak kuat, biasanya orang tersebut menjadi kehilangan akal gila. Dan ini termasuk keadilan Allah, karena perbuatan orang tersebut tidak dicatat oleh Malaikat. Ada 3 orang yang tidak dicatat oleh malaikat walaupun berbuat sesuatu, bayi, tidur kemudian mengigau memukul orang , hilang akal gila. والله أعلمُ بالـصـواب Sahabat rupanya salah satu ciri ridho pada Allah adalah menerima segala ketentuanNya termasuk musibah sekalipun dengan hati lapang. Jika kita diberi wajah kurang rupawan, rezeki yang pas-pasan, kesehatan bermasalah, namun kita tetap lapang pada ketentuan Allah tersebut, hal itulah yang disebut ridho padaNya.
“Barangsiapa tidak dicoba dengan bencana atau kesusahan, maka tidak ada sebuah kebahagiaan di sisi Allah.” Adh Dhahhak Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani Ath Thibiy berkata “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” Lihat Faidhul Qodir, 2 583, Mirqotul Mafatih, 5 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7 65 Dari Anas bin Malik, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani “Bencana sentiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” HR. At Tirmidzi, dan beliau berkata, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya Dari Abu Hurairah “Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” HR. Ahmad, hasan shahih “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit yang terus menerus, rasa capek, kekhawatiran pada pikiran, sedih karena sesuatu yang hilang, kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” HR. Bukhari dan Muslim Rasulullah ﷺ bersabda “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” HR. Bukhari dan Muslim “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” Muslim dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu Anhu “Kunci pembuka kenikmatan adalah sabar, sedangkan kunci penutupnya adalah malas.” Ali bin Abi Thalib Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجِزَنَّ , وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا وَ كَذَا , وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَ مَا شَاءَ فَعَلَ , فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dalam segala urusan, serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan, seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan membuka pintu perbuatan setan”. HR. Muslim no. 2664 “Ketahuilah bahwa kesulitan itu akan membuka pendengaran dan penglihatan, menghidupkan hati, mendewasakan jiwa, mengingatkan hamba, dan menambah pahala.” DR. Aidh Al Qarni “Kegundahan, kesusahan, dan kesedihan hanyalah muncul dari dua sisi Pertama, cinta dunia dan ambisius terhadapnya. Kedua, sedikit melakukan kebaikan dan ketaatan.” Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Uddatush Shabirin, hlm. 512 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata “Jadi, sabar ada tiga macam, yang paling tinggi adalah sabar di atas ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dari kemaksiatan, lalu sabar atas takdir Allah.” Al-Qaulul Mufid 2/110 Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda أشد الناس بلاء الأنبياء, ثم الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya.” HR. Ahmad, 3/78, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 995 Rasulullah SAW bersabda “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik setelahnya, lalu orang yang paling baik setelahnya. Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun.” Shohihul Jami 993 “Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhnya tidak untuk menguji kekuatan dirimu, tetapi menguji seberapa besar kesungguhanmu meminta pertolongan Allah SWT.” Ibnu Qoyyim Imam Ibnul Qoyyim رحمه اللَّه berkata “Barangsiapa yang mengenal Allah جل جلاله niscaya akan terasa lapang baginya segala kesempitan.” Madaarijus Saalikin 3/317 Berkata Utsaimin rahimahumullah “Jika sesuatu perkara membuatmu lelah dan membuatmu lemah darinya maka ucapkanlah Laa Haula Walaa Quwwata illa Billah, karena sungguh Allah akan membantumu atas perkara itu.” Syah Riyadih Sholihin 5/22 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kata ini Laa haula wala quwwata illa billah memiliki pengaruh yang ajaib dalam menghadapi situasi sulit, agar tahan banting, tatkala menemui para penguasa dan orang-orang yang ditakuti, menghadapi keadaan pelik dan juga mempunyai pengaruh yang menakjubkan dalam menghindari kefaqiran.” Al Wabilus Shoib hal. 77 Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan “Apabila ada suatu hal yang melelahkanmu dan engkau pun tidak sanggup mengerjakannya, ucapkanlah, Laa haula wa laa quwwata illa billah’. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dengan pertolongan dari Allah, niscaya Allah akan memudahkan urusanmu.” Syarah Riyadhushalihin, 5/552 Dalam hadis qudsi Allah berfirman “Pergilah pada hambaku lalu timpakanlah berbagai ujian padanya karena Aku ingin mendengar rintihannya.” HR. Thabrani dari Abu Umamah Ibnul Qayyim rahimahullah “Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya, supaya Ia dapat mendengar keluh kesah sang hamba, ketunduk-pasrahannya, serta rintihan do’anya.” Uddatush shabirin hlm. 62 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Sesuai dengan kadar niat, tekad dan semangat seorang hamba, sekadar itulah Allah akan memberikan taufik dan pertolongan kepadanya. Maka pertolongan Allah akan turun kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar tekadnya.” Al Fawaid 18 “Kadang kala, pemberian ilahi datang secara tiba-tiba, agar para hamba tidak menyangka bahwa pemberian itu ada karena persiapan mereka.” Ibnu Atha’illah al-Iskandari Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Diantara rahmat Allah adalah menjadikan dunia penuh ujian dan kesusahan. Agar mereka tidak condong kepada dunia dan tidak merasa tenteram kepadanya. Dan agar mereka mengharapkan kenikmatan yang abadi di negeri surga di sisi-Nya.” “Allah menggiring mereka kepada kenikmatan akhirat dengan cambuk ujian dan cobaan. Allah tidak memberi mereka dunia karena ingin memberi mereka yang lebih baik dari dunia. Allah memberi mereka ujian agar menyelamatkan mereka dari adzab-Nya.” Ighotsatulahafan 2/917 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata فلا تتمن الموت لأن الأمر كله مقضي وربما يكون في بقاءك خير لك ولغيرك فلا تتمن الموت بل اصبر واحتسب فإن الله عز وجل سيجعل بعد العسر يسرا “Jangan engkau berharap kematian karena perkara tersebut telah ditentukan! Bisa jadi keberadaanmu yang tetap seperti itu lebih baik bagimu dan bagi orang lain, maka jangan berangan-angan untuk mati! Bahkan, hendaknya engkau bersabar dan mengharap pahala karena sesungguhnya Allah azza wa jalla akan menjadikan setelah kesulitan itu kemudahan.” Sumber Syarh al-Kabair
QS5:3 diatas adalah larangan-larangan dari Allah yang mesti kita jauhi. Jika hal ini sudah kita lakukan untuk menjauhinya, tidak kita kerjakan, sudah pasti orang-orang kafir tidak akan bisa mengalahkan agama Islam, sempurnalah agama Islam yang kita jalankan, kita akan memperoleh nikmat dari Allah dan mendapat Ridho dari Allah SWT, Subhanallah..
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ridho Terhadap Ketentuan AllahDi dalam Surah Al Anbiya’ ayat 35 dijelaskan yaitu “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Allah akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” Manusia tidak akan lepas dari yang namanya ujian. Allah terkadang menguji kita dengan ujian, terkadang dengan nikmat. Allah ingin melihat, siapa yang bersyukur dan siapa yang putus asa. Terkadang dari kita ada yang marah terhadap takdir Allah atau menganggap Allah tidak adil terhadap kita. Allah tidak pernah mendapat kerugian dari sikap kita. Tetapi kitalah yang mendapat kerugian yaitu jauh dari Allah. Padahal Allah itu Allaahusshomad, Allah tempat kita surah Al Baqarah 216 yang memiliki arti, “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Jadi kita lihat bahwa dalam ayat tersebut memiliki hubungan dengan prinsip keimanan yakni Qada’ dan Qadar. Yakin terhadap segala takdir Allah. Hikmah Allah mendatangkan musibah kepada kita, yaituMusibah itu sebagai ujian dari Allah SWT, karena Allah ingin melihat siapa yang mampu sabar menghadapi ujian itu. Seorang tidak akan mampu teruji keimanannya jika tidak diberikan ujian demi ujianMusibah itu hadir untuk membersihkan hati manusia, supaya lepas dari sifat buruk. Ketika musibah datang, sifat ujub akan berganti dengan ketundukan terhadap AllahMusibah itu membuat agar iman seorang mukmin itu menjadi kuat. Karena agar kita tahu bahwa hanya Allah lah tempat kita bersandarMusibah menunjukkan kuatnya Allah dan lemahnya manusia. Allah bisa berkehendak apapun dan kita sebagai manusia hanya berusaha semaksimal mungkinMusibah menjadikan kita semangat terus untuk berdoa kepada Allah. Kita akan berdoa secara khusyuk dan bersungguh-sungguh dalam memohon kepada Allah. Karena jika Allah hanya memberikan nikmat, kita malah merasa enteng dengan doa tanpa khusyuk meminta kepada AllahMusibah itu akan membangunkan seseorang yang sedang lalai untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan ini dengan penuh itu bisa dirasakan kalau kita merasakan lawannya. Kita bisa merasakan nikmat sehat jika kita diberi sakit oleh Allah. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Halini bentuk pengajaran dari Allah demi kemaslahatan hamba-Nya, bukankah Allah berfirman: "Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
— Allah Taala sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi, ridha dengan segala ujian atau musibah yang Allah turunkan kepada kita dan kita tidak boleh mencela ketetapan Allah. Kebanyakan yang menggelincirkan kaki manusia adalah berkaitan dengan penentangan terhadap takdir, mencelanya, tidak ridha terhadapnya, mengeluh dan menyandarkan kezhaliman kepadanya. Jika suatu saat rezekinya seret, dia akan berkata, ”Ini adalah bentuk kezhaliman. Dan, adakah orang lain yang lebih baik dariku ? ” Jika dia melihat orang-orang pergi mencari rezeki lalu sukses, dia akan berteriak,”Duhai seandainya aku seperti mereka, niscaya aku akan mengalami kesuksesan yang gemilang!” Sayangnya, tabiat ini paling banyak tergambar dari sebagian kaum perempuan. Padahal amalan akidah tersebut diharamkan Allah Ta’ala, karena mereka tidak ridha dengan qadha ketentuan Allah. Dia beriman terhadap takdir yang baik, sedang terhadap takdir yang buruk, dia mengingkarinya. Dia rela dengan takdir yang manis dan menggerutu terhadap takdir yang pahit. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu diriwayatkan bahwa ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ “Seorang hamba tidak dikatakan beriman sampai beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Dan, hingga dia mengetahui bahwa apa yang ditakdirkan menimpanya, maka tidak akan pernah meleset, dan apa yang tidak ditakdirkan menimpanya, maka tidak pernah akan menimpa Shahih Sunan at-Tirmidzi. Dinukil dari pendapat Abdul Lathif bin HajisnAl-Ghomidi dalan kitabnya ““Mukhalafaat Nisaiyyah”, 100 Mukhalafah Taqa’u fiha al-Katsir Minan Nisa-i bi Adillatiha Asy-Syar’iyyah” diuraikan, sebagian kaum perempuan meremehkan tentang dosa mencela takdir tersebut. Jika dia melihat ada seseorang tiba-tiba mendapatkan berbagai kenikmatan dunia, dia menganggap tidak ada hikmah dalam pemberian Allah tersebut. Lantas dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada seseorang yang tidak berhak mendapatkannya. “ Di atas inilah dia berjalan, selalu dalam keadaan mengeluh, terus menerus mencela takdir Allah. “Bahkan bisa jadi, dia akan mengatakan bahwa tidak ada hikmah dan rahmat dalam ketentuan-Nya. Jika ia mau beriman dan menginstropeksi dirinya, memperhatikan pemahamannya, bersabar dan selalu mengharap pahala darinya, maka hal itu tentu lebih baik baginya, baik cepat maupun lambat,”jelas Al-Ghomidi. Dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan bahwa ia berkata aku pernah mendengar Rasulullah bersabda لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ ، وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ ، وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ ، وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ ، وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ “Sekiranya Allah menghendaki untuk mengazab para penduduk langit dan bumi, niscaya Dia akan mengazab mereka, dan itu bukanlah bentuk kezhaliman Allah kepada mereka. Dan, sekiranya Dia memberi rahmat kepada mereka, niscaya rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal mereka sendiri. Jika engkau memiliki emas sebesar bukit Uhud yang engkau infakkan di jalan Allah, niscaya amalamu tidak akan diterima sampai engkau mengimani takdir secara keseluruhan, dan engkau mengetahui bahwa apa yang ditakdirkan menimpamu, maka tidak pernah akan meleset dan apa yang tidak ditakdirkan manimpamu, maka tidak akan menimpamu. Jika engkau mati tidak dalam keadaan demikian pasti engkau akan masuk Neraka Shahih Sunan Abi Dawud, dan Shahih Sunan Abni Majaha Muslimah, kita ini adalah hamba Allah. Seperti budak kepada tuannya, maka apa keinginan tuannya, budak harus menurutinya. Demikianlah kita kepada Allah. Namun Allah adalah tuan yang tidak pernah berbuat zalim pada hamba-hamba-Nya. Maka kita harus ridha dengan segala ketetapan Allah. Kita harus ridho Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi. Ridha dengan segala ujian atau musibah yang Allah turunkan kepada kita. Kita tidak boleh mencela ketetapan Allah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إن عظم الجزاء مع عظم البلاء وأن الله إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رضي فله الرضى ومن سخط فله السخط “Besarnya ganjaran pahala tergantung pada besarnya ujian. Dan Allah jika mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridho menerima ujian maka baginya ridha. Siapa yang marah, tidak terima takdir Allah, maka baginya kemarahan.” Jadi, apa yang Allah Ta’ala takdirkan buat kita, itu yang terbaik buat kita. Apa saja, termasuk ujian dan cobaan. Allah yang menakdirkan musibah ini, Allah juga yang akan mengembalikan kepada keadaan yang lebih baik. Ketika ditimpa musibah dan kesusahan, jangan berharap sesuatu pun dari manusia. Berharaplah kepada Allah saja. Allah yang menciptakan kita, maka Allah pasti akan memberikan rezeki kepada kita. Yakinlah, bahwa Allah Ta’ala tidak akan menelantarkan hamba-hamba-Nya yang A’lam.*/sumber; Semuaitu menghapus kesalahan mereka, meninggikan derajat meraka, menjadi kemuliaan dan pahala yang besar. "Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR
Ilustrasi mempelajari sikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsUmat Muslim dianjurkan untuk melaksanakan semua amal ibadah dengan rasa ikhlas dan ridho. Keduanya perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim karena merupakan sikap yang disukai Allah orang menganggap ikhlas dan ridho adalah hal yang sama, faktanya keduanya memiliki makna berbeda. Lantas, apa perbedaan ikhlas dan ridho dalam syariat Islam? Simak penjelasannya di bawah Ikhlas dan RidhoDikutip dari buku Aqidah Akhlak Pada Madrasah oleh Indra Satia Pohan, ikhlas menurut syariat Islam disebut juga dengan qana’ah. Ini merupakan kerelaan hati dalam menerima sesuatu serta selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat dapat berfungsi sebagai motivasi bagi manusia untuk rajin dan giat dalam melakukan sesuatu dengan tujuan demi mencapai kesejahteraan hidup bagi dirinya, keluarga dan orang lain. Sikap ikhlas juga membantu manusia untuk mengendalikan hawa seorang Muslim, ikhlas menjadi sikap yang harus dimiliki agar terhindar dari sifat rakus, serakah, dan tamak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Az Zumar ayat 49 berikut iniفَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَArtinya “Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku. Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”Ilustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsSementara itu, ridho menurut bahasa artinya rela. Sedangkan secara istilah, ridho adalah menerima semua yang terjadi pada dirinya, baik kebahagian maupun kesedihan, dengan selalu berlapang dada serta menghadapinya dengan tabah, ikhlas, dan tidak putus Masyhuda Al-Mawwaz dalam buku Cara Allah Menolong Hamba-Nya, manusia harus memiliki sikap ridho agar menjadi pribadi yang berjiwa besar, bersikap tenang, dan selalu mensyukuri semua kehendak Allah SWT atas sikap ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit akibat berbagai musibah yang menimpanya. Dalam sebuah hadits dijelaskan“Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” HR. At TirmidziContoh Perilaku Ikhlas dan RidhoIlustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsDiambil dari buku Meraih Dahsyatnya Ikhlas terbitan Penerbit Agromedia Pustaka, di antara beberapa contoh orang-orang yang ikhlas dan ridho dalam kehidupan adalah mereka yang rela menerima kenyataan hidup walaupun dalam keadaan yang yang ikhlas tidak akan banyak berangan-angan serta berharap sesuatu melebihi batas kemampuannya serta selalu ikhtiar dan berdoa untuk memperbaiki nasibnya di masa yang akan datang. Sifat ikhlas seperti ini didukung keridhoan dalam dirinya dengan selalu berserah diri kepada Allah SWT, baik dalam kehidupan yang lapang maupun yang dimaksud dengan ikhlas?Apa saja manfaat sikap ikhlas?
Diamenjawab, ''Aku menuntut ilmu, mengamalkannya dan aku membaca Al Quran dengan mengharap ridho-Mu.'' Alloh berkata kepadanya, ''Engkau berbohong. Engkau mencari ilmu supaya orang menyebut engkau sebagai seorang alim. Dan, engkau membaca Al Quran agar orang lain menyebutmu rajin membaca Al Quran.''
Ridho dengan Ketentuan Allah. Foto Takdir ilustrasi diri sangatlah penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam kehidupan ini. Sedangkan terhadap yang telah terjadi, maka sikap yang harus kita miliki adalah ridho. Pimpinan Majelis Ta'lim dan Zikir Baitul Muhibbin Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, ridho terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridho pada hasil akhir "Yang akhirnya kita terima setelah usaha maksimal ikhtiar yang kita lakukan," kata Habib Abdurrahman melalui pesan hikmahnya kepada Republika, Senin 23/13. Habib Abdurrahman mengatakan, ridho itu adalah keterampilan mental untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima kenyataan, dibarengi otak dan anggota tubuh yang berikhtiar terus untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Mengapa kita harus ridho? Karena jika kita tidak ridho pun, kejadian atau hasil itu pun tetap terjadi. Untuk itu kata Habib Abdurrahman apapun yang terjadi, maka kita harus bersikap ridho. “Allah telah memberikan wahyu kepada Nabi Musa 'alaihissasalam "Wahai Musa, siapa yang tidak ridha dengan keputusan-Ku, tidak sabar dengan ujian-Ku, dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, maka hendaklah ia pergi dari bumiku dan langiku, dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.” "Terimalah takdirmu dengan Ridho," katanya. . 186 351 284 112 240 218 345 235

ridho dengan ujian allah